Dalam kesempatan serupa, Arimbi Heropoetri dari debtWATCH Indonesia mengungkapkan Indonesia telah menjadi anggota Bank Dunia/IMF sejak tahun 1967, namun sampai sekarang belum pernah dilakukan evaluasi menyeluruh atas kinerja kedua lembaga ini bagi Indonesia.
"Karena itulah menelusuri kembali utang-utang sejarah (historical debt) menjadi penting untuk identifikasi bentuk-bentuk tanggung jawab Bank Dunia/IMF. Kita masih ingat di tahun 1998 IMF memberikan serangkaian nasehat untuk keseimbangan keuangan kita, namun walau Indonesia sudah melunasi utangnya atas ‘nasehat’ IMF, tapi dampaknya masih dirasakan sampai sekarang, seperti kasus BLBI," ujarnya.
Herni Ramdlaningrum dari Prakarsa menjelaskan, sangat penting bagi masyarakat umum untuk aktif berperan menentukan pola pembangunan seperti apa yang bermanfaat dan berguna bagi masyarakat banyak, sehingga memahami cara kerja dan dampak dari kegiatan WB/IMF.
"Karena itu selain kegiatan People Summit on Alternative Development ini dilakukan sebelum acara Pertemuan Tahunan WB/IMF, juga telah dilakukan serangkaian sosialisasi kepada masyarakat mengenai kegiatan ini," ujarnya.
Pertemuan tahunan WB dan IMF adalah peristiwa penting untuk menyuarakan suara-suara masyarakat yang terdampak kegiatan dari kegiatan yang didanai Bank Dunia/IMF, karena tidak saja akan dihadiri oleh para pejabat tinggi WB/IMF, tetapi juga para pengambil keputusan di bidang ekonomi dari lebih 190-an Negara anggota.
Adapun rangkaian agenda dan kegiatan yang dilakukan 8-10 Oktober tersebut sebagai bagian dari upaya masyarakat sipil mendesak tanggunggugat lembaga keuangan internasional seperti World Bank atas berbagai fakta pelanggaran HAM dan penghancuran lingkungan hidup yang ditimbulkan dari berbagai proyeknya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3635173/koalisi-masyarakat-sipil-kritisi-kebijakan-bank-dunia-dan-imf
No comments:
Post a Comment